Komnas HAM Buka Suara Soal Keppres Pelanggaran HAM Berat Nonyudisial Jokowi

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) buka suara soal keputusan presiden (Keppres) tentang Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Masa Lalu yang baru diteken Presiden RI Joko Widodo (Jokowi).

Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara mengatakan pihaknya sempat memberi rekomendasi kepada presiden agar menggunakan materi pasal dalam UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia sebagai alternatif penyelesaian pelanggaran HAM berat di masa lalu.

“Tahun 2018 Komnas (HAM) sudah pernah memberikan rekomendasi kepada Presiden, jika mau menyediakan alternatif penyelesaian pelanggaran HAM yang berat (secara) non-yudisial, bisa menggunakan Pasal 47 UU No 26 Tahun 2000,” kata Beka kepada CNNIndonesia.com, Rabu (17/8).

Adapun bunyi Pasal 47 Undang-Undang Nomor 26/2000 itu adalah:

“(1) Pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang terjadi sebelum berlakunya Undang-Undang ini tidak menutup kemungkinan penyelesaiannya dilakukan oleh Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi,” bunyi ayat pertama pasal tersebut.

“(2) Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibentuk dengan Undang-undang,” bunyi ayat kedua.

Selain itu, Beka juga mengatakan Komnas HAM berharap agar Keppres yang diteken Jokowi dapat menjadi alternatif penyelesaian. Ia juga menekankan pentingnya bekerja cepat demi memenuhi kebutuhan pemulihan dan pemenuhan hak korban.

“Komnas berharap keputusan presiden tersebut bisa memberikan jalur alternatif penyelesaian pelanggaran HAM yang berat lewat mekanisme nonyudisial serta bisa bekerja cepat mengingat korban yang sudah tua dan kebutuhan pemulihan dan pemenuhan hak korban sudah semakin mendesak,” ucap Beka.

Sebagai informasi, sebelumnya dalam pidato di Sidang Tahunan MPR pada Selasa (16/8), Jokowi menyatakan telah meneken Keppres soal pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu.

Selain itu, Jokowi juga menyatakan RUU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (RUU KKR) masih dalam proses pembahasan.

Mekanisme non-yudisial sendiri sejak lama dikritik oleh kalangan sipil karena dapat dijadikan alibi pemerintah untuk tidak memproses kasus pelanggaran HAM berat secara yudisial.

Sebanyak 12 kasus pelanggaran HAM juga hingga kini masih ditangani Komnas HAM. Beberapa di antaranya yakni Pembunuhan Massal 1965, Kerusuhan Mei 1998, Tragedi Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II, Pembunuhan Munir, hingga Tragedi Paniai.

Namun, keppres itu dikritisi koalisi masyarakat sipil. Mereka mendesak Keppres itu dibatalkan karena dinilai menjadi alat negara memfasilitasi para pelaku pelanggaran HAM berat untuk menghindari mekanisme yudisial.

Sumber : CNN Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published.