Warga Memanfaatkan dan Mengolah Arus Sungai Menjadi Energi Listrik di Kampung Tangsijaya Kabupaten Bandung Barat

PIKIRAN RAKYAT – Sejumlah warga memanfaatkan dan mengolah arus sungai menjadi energi listrik di Kampung Tangsijaya, Desa/Kecamatan Gununghalu, Kabupaten Bandung Barat.

Melalui Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) tersebut, warga memasok sendiri kebutuhan listriknya tanpa bergantung kepada Perusahaan Listrik Negara.

Tak hanya mandiri, energi terbarukan yang mereka olah juga mendongkrak perekonomian warga. Cara memanen listrik tersebut juga jauh manusiawi, tanpa penggusuran yang makan lahan seperti proyek-proyek bendungan pemerintah saat ini.

Rumah kecil di tepi sungai yang agak jauh dari permukiman warga itu bising bukan main. Sumber kebisingan berasal dari putaran turbin yang berada di dalam rumah.

Ya, rumah kecil tersebut merupakan power house dari Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) Rimba Lestari di Kampung/Dusun Tangsijaya, Desa/Kecamatan Gununghalu. Pasokan air pemutar turbin berasal dari pipa yang memanjang di sisi PLTMH itu.

Sebelum masuk pipa, air dari Sungai Ciputri tersebut ditampung dalam sebuah bak yang dilengkapi penyaring. Dari sana, air menggelontor dengan kecepatan tinggi masuk ke power house guna memutar turbin dan menghasilkan listrik yang dipakai warga Tangsijaya.

Toto Sutanto, 44 tahun, warga Tangsijaya mengungkapkan, penggunaan PLTMH bermula kala kampung tersebut tak memperoleh pasokan listrik dari pemerintah pada sekira 1980-an. Warga pun menerangi rumahnya saat malam hari dengan menggunakan cempor dan petromak.

Pada 1990-an, warga berinisiatif membuat kincir air guna memperoleh listrik. “Kadang sakincir aya ku dua bumi, kadang aya sabumi (Kadang satu kincir untuk memasok listrik dua rumah, kadang satu rumah),” kata Toto saat ditemui “PR” di Tangsijaya, Selasa 2 Agustus 2022.

Namun, daya listrik yang dihasilkan masih rendah. “Paling kuat 150-100 watt rata-rata,” ucapnya.

Warga pun terkadang mematikan sebagian lampu rumahnya saat menyalakan televisi karena daya listrik yang masih lemah. Saat itu, terdapat 20 kincir listrik tradisional di Tangsijaya.

Lantaran daya tak memadai, tutur Toto, warga bermusyawarah dan mengajukan pemasangan listrik dari PLN. Namun keinginan agar teraliri listrik dari PLN tak terwujud.

“Margi beban jaringannya tebih teras konsumenna sakedik (Karena untuk pemasangan jaringannya jauh lalu warga/konsumennya juga sedikit),” ucap Toto mengungkapkan respons PLN terkait permintaan warga.

Harapan warga memperoleh pasokan listrik yang memadai justru terwujud setelah seorang peneliti dari Cihanjuang, Cimahi datang ke Tangsijaya pada 2001. Melalui bantuan peneliti, warga membangun Pikohidro, pembangkit listrik yang tetap menggunakan arus sungai dengan daya lebih besar, yakni 3000 watt.

Daya atau kapasitas listrik semakin meningkat selepas PLTMH Rimba Lestari berdiri pada 2007. Warga memperoleh bantuan untuk pembangunan PLTMH tersebut dari Dinas ESDM Provinsi Jabar. Mayoritas warga Tangsijaya pun memperoleh listrik dari PLTMH itu. Saat PLTMH dibangun, PLN baru masuk ke Tangsijaya.

“Justru abdi sareng warga ge heran, ngajeungkeun hoyong kenging listrik teu lebet-lebet ari pas abdi tos kenging bantosan ngadamel turbin eh PLN ge masuk kadie masang (Justru saya dan warga juga heran, saat warga mengajukan pemasangan listrik ke PLN tak disetujui, tetapi ketika warga membuat PLTMH, PLN baru masuk,” ucapnya.

Meski jaringan PLN terpasang, 70 rumah warga tetap menggunakan aliran listrik PLTMH. Hanya 10 rumah yang memakai listrik PLN. Minat warga menggunakan listrik PLTMH justru terus bertambah.

Hal tersebut lantaran biaya listrik PLTMH lebih murah. Saban bulan warga hanya perlu membayar Rp25 ribu kepada Koperasi Rimba Lestari selaku pengelola PLTMH itu. Urusan tegangan listrik pun PLTMH mampu menghasilkan setrum 220 volt.

“Pami PLN dugika kadieu paling sekitar 170 volt (Sedangkan daya PLN yang ke sini paling sekitar 170 volt),” ujarnya.

Ekonomi Terdongkrak

Daya listrik PLTMH juga terbilang surplus. Dari daya sebasar 18 ribu watt/18 kw, yang terpakai warga hanya 15 kw. Pasokan listrik tersebut juga mendongkrak perekonomian warga.

Pada 2010, warga memperoleh bantuan dalam program pengabdian masyarakat dari sebuah universitas untuk membangun pabrik pengolahan kopi.

Pabrik yang pasokan listriknya berasal dari PLTMH itu juga dikelola Koperasi Rimba Lestari. Para petani kopi pun tak perlu jauh-jauh menjual hasil buminya.

Mereka bisa menjual kopinya langsung ke koperasi yang kemudian mengolah dan mengemasnya. Dari pasokan listrik energi terbarukan, warga memperoleh manfaat ekonomi lain selain setrumnya.

Saat ini, Toto mengaku ingin menambah daya PLTMH. Soalnya, konsumen listrik PLTMH makin bertambah, sedangkan daya masih tetap, alias tak bertambah.

Emah (55), warga Tangsijaya lain mengaku kualitas listrik PLTMH terbilang bagus. “Caangna asa caang ieu (Terangnya lampu dari listrik PLTMH seperti lebih terang),” ucapnya. Pun demikian saat memasak nasi menggunakan alat penanak nasi. Dengan listrik PLTMH, nasi yang dimasak terasa lebih cepat ketimbang listrik PLN.

Ironi

Kehadiran PLTMH Rimba Lestari seakan ironi tersendiri. Letak Gununghalu tak terbilang jauh dari area Waduk PLT Saguling, namun warga Tangsijaya sempat tak memperoleh aliran listrik dari perusahaan negara itu.

Berkat kemandirian warganya, Tangsijaya mampu memproduksi listrik sendiri tanpa perlu menggusur lahan dan bangunan warga seperti proyek-proyek bendungan raksasa pemerintah saat ini.

Jika aliran sungai bisa menjadi sumber listrik, potensi-potensi lain yang dekat dengan warga seperti angin, sinar matahari seharusnya dilirik dan menjadi prioritas pemerintah guna ketahanan energinya.

Bukan dengan terus menerus menggusur bangunan dan lahan luas demi membangun bendungan pemasok listrik raksasa yang modalnya terkadang dari hutang luar negeri.***

Sumber : Pikiran Rakyat

Leave a Reply

Your email address will not be published.