Tas Limbah dari Kota Bandung Dilirik Pembeli Luar

Bandung – Eesta (48), warga Kecamatan Buahbatu, Kota Bandung, pelan-pelan merintis bisnis kerajinan tas. Eesta mengusung konsep bebas sampah dalam bisnis yang digelutinya. Tak hanya itu, ia juga perlahan membantu penghasilan ibu-ibu sekitar kediamannya.

“Mulai bisnis tas ini sejak 2016. Kemudian, terpikir soal zero waste. Memanfaatkan limbah kain untuk motif tas kami,” kata Eesta saat berbincang dengan detikJabar, Selasa (28/3/2023).

Eesta memproduksi kerajinan tas degan berbagai model. Dari tas lipat yang bisa dibawa-bawa, tas tangan, tas bahu, tas selempang hingga tas mini. Dalam sehari, Eesta mampu memproduksi satu sampai dua tas. “Karena ini kan handmade. Jadi prosesnya membutuhkan waktu, yang kita produksi ini pakai tangan semua,” ucap Eesta.

Tas buatan Eesta itu awalnya tak bermotif, polosan. Hingga akhirnya, konsep zero waste atau bebas sampah pun diterapkan. Limbah kain dari produksi tas milik Eesta itu dimanfaatkan kembali. Limbah kainnya dimanfaatkan untuk membuat motif tas.

Sebelum mengusung konsep zero waste, Essta mengaku dalam sepekan ia memproduksi sebesar dua sampai tiga kilo limbah kain per pekan. Atau, bisa tembus 15 kilogram limbah kain per bulannya.

“Karena limbahnya dipakai lagi, jadi sekarang seminggu cuma se-plastik kresek. Nggak sampai sekilo. Karena kita pakai potongan-potongan kecil limbah kainnya,” kata Eesta.

Sekadar diketahui, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Bandung 2023, sampah kain di Kota Bandung mencapai 75,72 ton per harinya, atau 4,75 persen dari total sampah yang dihasilkan di Kota Bandung. Per hari produksi sampah di Kota Bandung mencapai 1.594,18 ton. Tertinggi adalah sampah sisa makanan yang mencapai 709 ton per hari.

Eesta membangun bisnis yang ia beri nama Kaina Handmade itu penuh perjuangan. Hingga akhirnya, sejumlah orang dari Malaysia dan Singapura datang dan membeli produk milik Eesta belum lama lama.

“Kalau ekspor belum pernah. Kita sekarang masih fokus online. Instansi juga banyak yang memesan, di luar instansi juga banyak,” tutur Yudi.

“Kita ingin lingkungan kita terjaga. Memanfaatkan limbah untuk menaikkan nilai tambah (produk). Intinya mah bisnis ini untuk kepedulian lingkungan, untuk masyarakat sekitar juga, ya ibu-ibu yang kita berdayakan,” kata Eesta menambahkan.

Saat ini Eesta berharap bisa mengembangkan bisnis secara offline. Ia juga paham harus terus berinovasi agar Kaina Handmade tetap menginspirasi pembelinya untuk peduli terhadap lingkungan.

Sumber: Detikjabar.id
Leave a Reply

Your email address will not be published.