Mengangkat Kembali Eksistensi Jamu di Indonesia

Bandung – Hari Jamu Nasional diperingati setiap tanggal 27 Mei. Hari Jamu Nasional bertujuan untuk mengangkat kembali eksistensi jamu di Indonesia.

Penetapan hari jamu nasional berawal dari pudarnya eksistensi jamu di Indonesia. Hingga akhirnya pada 27 Mei 2008, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menetapkan tanggal 27 Mei sebagai hari kebangkitan Jamu Indonesia sekaligus meresmikan jamu sebagai kearifan lokal.
Apa Itu Jamu?

Jamu atau djamoe merupakan singkatan dari dua kata, yaitu djampi yang berarti doa atau obat dan oesodo (husada) yang berarti kesehatan. Maka dapat diartikan bahwa jamu adalah obat untuk meningkatkan kesehatan.

Dilansir dari buku, “Jamu Ramuan Tradisional Kaya Manfaat” (2018) oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Kemdikbud, jamu merupakan obat herbal dari alam yang memiliki khasiat untuk kesehatan. Jamu juga dapat disebut sebagai obat rumahan karena bisa dibuat sendiri di rumah dari rempah-rempah yang ada di sekitar kita.

Jamu merupakan ramuan yang dijaga kelestariannya dengan ditetapkan sebagai kearifan lokal bangsa Indonesia. Upaya pelestarian jamu juga dicantumkan dalam Undang-Undang No 36 Tahun 2009 Pasal 48 ayat 1 tentang pengobatan dan perawatan herbal.
Baca juga:
Macam-macam Jamu Populer di Jawa Barat dan Cara Membuatnya
Sejarah Jamu

Jamu telah ada sejak zaman nenek moyang. Jamu dipercaya telah dipakai untuk pengobatan tradisional. Orang-orang terdahulu juga membuat jamu dengan memanfaatkan bahan-bahan alam dan menanam kembali tanaman yang digunakan sebagai bahan.

Meskipun sejarah jamu telah muncul sejak berabad-abad lalu, sayangnya penyebaran sejarah ini hanya berbentuk lisan dari mulut ke mulut. Dalam buku The Power of Jamu karya Martha Tilaar dan Bernard T. widjaja, mendokumentasikan perjalanan jamu dari masa ke masa. Sejarah jamu ini dibagi kepada 5 periode yang mencakup:
1. Periode Prasejarah

Pada zaman purba dipercaya bahwa ad Pithecanthropus erectus yang pernah mendiami Indonesia. Manusia purba pada masanya dijangkiti oleh penyakit yang beraneka ragam. Saat itu, ditemukan Pithecanthropus erectus menderita exostosis. Berbagai golongan penyakit juga ditemukan dan terbukti ada sejak zaman Neolitik.

Namun saat itu jumlah yang Pithencanthropus erectus ditemukan terlalu sedikit untuk dilakukan penelitian penggunaan biomedisin sebagai terapi pengobatan.
2. Periode Pra Kolonial (Sebelum Tahun 1600 M)

Pada tahun 825 Masehi ditemukan bukti penggunaan tanaman secara internal dan eksternal yang digambarkan pada ukiran relief dinding Candi Borobudur. Pada ukiran tersebut digambarkan relief pohon Kalpataru yang merupakan pohon mitologi yang melambangkan kehidupan abadi.

Pada relief tersebut digambarkan terdapat orang yang sedang menghancurkan bahan-bahan untuk pembuatan jamu. Selain itu, terdapat perempuan yang sedang mencampur tanaman untuk perawatan tubuh.

Selain dari relief Candi Borobudur, terdapat dokumen naskah kuno yang ditemukan di Bali dengan Bahasa Sansekerta. Pada naskah tersebut diceritakan tentang pengobatan tradisional. Saat itu telah dikembangkan sistem pengobatan yang disebut dengan Agen Balian Sakti..
3. Periode Kolonial (1600 – 1942)

Pada masa kolonial, masyarakat Jawa menulis resep jamu tradisional dari tanaman yang dikenal dengan primbon atau serat. Serat paling terkenal adala Serat Centhini yang didokumentasikan oleh Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom Amengkunegara III.

Selain primbon Serat Centhini terdapat juga kitab yang mengulas secara lengkap resep obat tradisional yang berjudul Serat Kaoru Djampi Djampi yang ditulis pada tahun 1858 Masehi.
4. Periode Pendudukan Jepang (1942 – 1945)

Pada masa ini diselenggarakan seminar pertama mengenai jamu di Solo pada tahun 1940. Berawal dari seminar ini kemudian dibentuklah Panitia Jamu Indonesia yang dipimpin oleh Prof. Dr. Sato untuk mengimbau para pengusaha jamu secara sukarela untuk mendaftarkan resep pribadi mereka untuk diperiksa secara ilmiah.
5. Periode Kemerdekaan

Pada tahun 1949, pengajar farmakologi di Universitas Indonesia membuat laporan daftar tanaman obat berkhasiat yang bisa menggantikan obat impor. Tanaman yang masuk ke dalam daftar tersebut di antaranya adalah johar, kecubung, upas raja, dan lidah buaya.

Setahun kemudian, didirikanlah Werkgroep voor Minidinale Plante untuk memfasilitasi penelitian tanaman obat di Indonesia. Presiden Soekarno saat itu juga sangat perhatian dalam pengembangan obat tradisional.

Jamu yang telah dipakai secara turun temurun ini kemudian mulai pudar pada tahun 2000an. Sehingga ditetapkanlah jamu sebagai kearifan lokal pada 27 Mei 2008 sekaligus menjadi hari jamu nasional.
Ragam dan Manfaat Jamu

Terdapat berbagai jenis jamu yang ada di Indonesia dan memiliki manfaatnya masing-masing. Berikut beberapa daftar jamu yang populer di Indonesia beserta manfaatnya:
1. Jamu Kunyit Asam yang bermanfaat untuk meringankan rasa sakit haid, menyegarkan tubuh, dan mencegah sariawan.
2. Jamu Beras Kencur yang memiliki manfaat untuk menghilangkan pegal pada tubuh, meredakan batuk, menambah nafsu makan, dan melancarkan peredaran darah.
3. Jamu Uyup-uyup atau Gepyokan merupakan jamu yang dapat meningkatkan produksi air susu ibu yang sedang menyusui. Selain itu bisa juga untuk menghilangkan bau badan dan mendinginkan perut.
4. Jamu Temulawak merupakan salah satu yang paling populer untuk menyembuhkan penyakit hepatitis karena memiliki fungsi untuk mencegah penyakit hati dan dapat menurunkan kolesterol.
5. Jamu Cabe Puyang terkenal akan khasiatnya dalam menghilangkan pegal linu.

Sumber: Detikjabar.id

Leave a Reply

Your email address will not be published.